Tuesday, December 18, 2012

Mahkota Dua

"Sela, wanita cantik dan sexy ini bersuka cita menyambut hari pernikahannya yang akan di selenggarakan pada hari Jum'at pagi. Namun pada kenyataannya tak seperti harapannya, keluarganya yang awalnya mendukung pernikahannya dengan Dido, berbalik menentangnya dan membatalkan hari pernikahannya yang sudah di sepakati kedua belah pihak itu, Selapun memutuskan untuk pergi dari rumah menemui Dido melintasi Jembatan Mahkota Dua" Sela berjalan menjauhi Dido, duduk di atas turap beton yang di atasnya dipagari besi bulat berbentuk horizontal yang kokoh membatasi sepanjang tepi sungai kota Tenggarong, diangkatnya kedua kakinya di atas turap beton dengan berselonjor, kedua lengannya berlipat menumpu di atas besi bulat turap dan menopang wajahnya. Dido menghampirinya. "Beb, setelah menikah kita tinggal dimana? Di sini atau di Samarinda?" Tanya Sela. "Kita tinggal disini beb, biar beb enggak jauh dari orang tua dan kita bisa setiap sore nongkrong disini" Jawab Dido kekasihnya. "Aku sudah tidak sabar menunggu hari Jum'at nanti, rasanya waktu berjalan sangat lamban" Sela memandangi jauh ke arah Jembatan Mahkota Dua yang membentang kokoh di atas Sungai Mahakam. designnya menyerupai Jembatan Golden Gate di Francisco, membuat jembatan itu terlihat indah. Mahkota dua juga merupakan kebanggaan warga Kota Tenggarong. Setiap sore hari banyak orang menghabiskan waktu bersama keluarga,teman dan pasangan kekasih menikmati suasana sore di alun-alun yang mereka sebut JB itu. "Sabar beb, tinggal beberapa hari lagi kita akan menikah dan hidup bahagia, memiliki banyak anak hingga ajal memisahkan" Jawab Dido sambil mengalungkan kedua tangannya ke pinggang Sela dari belakang sambil berdiri di letakkannya wajahnya di pundak Sela yang masih memandangi Mahkota Dua dengan pandangan kosong. "Beb, berjanjilah tidak akan meninggalkanku, apapun yang terjadi" Pinta Sela sambil memalingkan wajahnya menatap Dido dengan penuh harapan. "Aku janji beb, apapun yang terjadi aku akan tetap disini, bersamamu, menghabiskan sore di JB denganmu" Janji Dido. "Aku senang mendengarnya" Jawab Sela sambil tersenyum. "Beb, hari sudah mulai gelap, sebaiknya kita pulang" Dido membantu Sela turun dari duduknya. "Besok sore aku tunggu disini seperti biasa" Dido sambil menaiki motornya dan pulang ke Samarinda. Sela terus memandanginya sejauh matanya menangkap sosok kekasihnya itu melintasi Mahkota Dua dari kejauhan. Setibanya dirumah dilihatnya Mamanya sedang berbicara dengan seorang wanita paruh baya di ruang tamu. "Sela, sini Mama kenalkan dengan Ibu Ida, sahabat Mama dari Surabaya" "Sela" Jawabnya singkat, sambil meyambut tangan Ibu Ida dan duduk di samping Mamanya. "Ida, Mama banyak cerita tentang Sela, kata Mama Sela setiap sore menemui Dido di JB y ?" Tanya Ibu Ida sambil tersenyum tipis. "Ah,Mama koq cerita sampai kesitu sih?" Jawab Sela tersipu malu" "Ibu Ida baru datang dari Surabaya, Ibu baru pertama kali kesini, boleh donk Ibu di ajak jalan-jalan ke JB sekalian di kenalin sama calon Suaminya" Minta ibu Ida sambil melirik ke arah Mama Sela sesaat. "Boleh bu, besok ya, Sela mau kekamar dulu, mau mandi, dan menulis nama-nama yang akan di undang di pernikahanku nanti" Sela meninggalkan Mamanya dan Ibu Ida menuju kamarnya. Esok harinya Sorotan sinar matahari menembus tirai jendela Sela yang seharian menghabiskan waktu di kamarnya. Mengisi nama-nama di undangan yang sudah di cetak, undangan berwarna pink itu bercoverkan photo pra weddingnya dengan Dido yang di ambil 2 bulan yang lalu di JB, di cover itu Sela mengenakan pakaian pengantin putih dan Dido mengenakan Jas hitam mereka berdiri di JB yang di belakangnya membentang Mahkota Dua membuat photo tersebuat semakin mengagumkan. Sela tersenyum, teringat akan pertemuan pertamanya dengan Dido 4 tahun silam. Dido duduk di JB bersama teman-temannya sedang beristirahat sepulang kerja. Saat itu perusahaan tempat Dido bekerja menugaskannya pindah di kantor cabarng Tenggarong, dan sejak saat itulah Dido harus pulang pergi Samarinda-Tenggarong setiap hari, saat pulang kantor, Dido selalu menyempatkan beristirahat di JB bersama teman-teman kantornya dan hari itu salah seorang teman Dido menyapa seorang teman wanita yang lagi duduk bersama teman-teman wanitanya dan memperkenalkannya pada Dido dan juga teman-temannya yang lain, Sela masih ingat saat itu teman-temanya banyak yang berusaha mendekati Dido dan saling mencari perhatian Dido, namun Dido jatuh hati pada Sela dan mengatakan cintanya setelah saling kenal selama tiga bulan. Merekapun menjalin kasih selama hampir empat tahun, waktu yang cukup lama untuk saling mengenal satu sama lain, Dido sempat mengajak Sela menikah 2 tahun setelah mereka berhubungan, namun orang tua Sela memintanya menunggu Sela menyelesaikan kuliahnya yang tinggal 2 tahun lagi, karena itulah mereka memutuskan untuk bertunangan dulu selama dua tahun. 'Sungguh tak terasa waktu bersamamu, kini tinggal menghitung hari, hari pernikahan kita" gumam Sela dalam hati sambil tersenyum memandangi potretnya dengan kekasih hatinya di cover undangan pernikahan mereka. "Sela..." Suara mamanya dari balik pintu kamarnya, membuyarkan lamunan Sela. "Iya Ma" Jawab Sela lalu membuka pintu kamarnya, mamanya bersama Ibu Ida yang Sela tau adalah sahabat mamanya dari Surabaya. "Sela, itu Ibu Ida sudah menunggu" Kata Mamanya lagi sambil mengarahkan pandangannya ke Ibu Ida yang sudah duduk di sofa ruang tamu sambil tersenyum ke arah mereka. "Owh iya, Sebentar ma, saya siap-siap dulu" Jawab Sela sambil berbalik menuju lemari bajunya, dan mengambil baju kaos oblong berwarna putih polos, dan rok terbuat dari bahan kaos panjang berwarna coklat. Mamanya menutup pintu kamar sela dari luar dan menemui Ibu Ida. "Tolong bu, saya sangat membutuhkan pertolongan Ibu" "Ayo bu kita berangkat" Obrolan Mamanya dan Ibu Ida terpotong dengan kehadiran Sela yang sudah berdiri di dekat sofa membawa sebuah tas jalan yang di selempangkannya di pundaknya. "Wah Sela terlihat lebih feminin mengenakan rok" Puji Ibu Ida sambil berdiri. Sela hanya tersenyum dan melangkahkan kaki keluar rumah di iringi Ibu Ida dan Mamanya. "Sela hati-hati ya" Seru Mamanya sambil menyaksikan Sela dan Ibu Ida yang sudah berada di atas motor matic milik Sela. "Iya Ma" Jawab Sela sambil memacu motornya yang diberinya nama Popo itu. Ibu Ida merangkul pinggang Sela begitu kencang, Sela dapat merasakan kekawatiran wanita itu dari pinggangnya yang terasa sedikit sakit. "Sela pelan-pelan aja ya, Ibu udah lama enggak naik motor" Kata Ibu Ida sambil mengencangkan rangkulannya di pinggang Sela. "hehe iya Bu, tenang aja, Sela enggak ngebut koq" Sela tersenyum. Beberapa saat merekapun tiba di JB. Setelah memarkirkan motornya, "Kita sudah sampai?" Tanya Ibu Ida sambil turun dari motor Sela, melepaskan helm dari kepalanya. "Iya bu" Sela mengambil helm yang di pegang Ibu Ida membantunya meletakkan helmx di Jock motornya. Ibu Ida mengamati sekitar JB. Banyak orang berkerumunan melihat-lihat bahkan mengambil photo di JB, mengambil potret Jembatan Mahkota Dua. "Bu..." Tegur Sela yang mendapati Ibu Ida yang terlihat bengong dengan apa yang di lihatnya. "Kenapa bu? Baguskan? Ibu pasti terkesima dengan indahnya Jembatan Mahkota Dua kan?" Ibu Ida tetap bengong mengamati kerumunan orang-orang dari kejauhan. Sebagian orang-orang menatap kearahnya dan Sela, penuh tanda tanya. Penjual Kopi keliling, penjual bakso dan penjual roti bakar yang sedang berbicara dengan pengunjung. Ibu Ida dapat melihat gerakkan bibir mereka dari kejauhan sambil melirik kearahnya dan Sela. "Ayo bu, ikut saya kita menemui Dido, Dido sudah menunggu" Sela melihat Dido dari kejauhan sedang duduk di tempat biasa mereka bertemu, Sela melihat Dido sedang tersenyum, mengenakan baju hitam dan jaket yang sama dari hari-hari sebelumnya. Sela pernah menanyakan kenapa Dido kenapa selalu memakai baju yang sama, Dido hanya menjawab kalau dia sangat menyukai baju itu dan mencucinya setiap pulang kerja dan mengeringkannya di malam hari. Ibu Ida mengikuti Sela berjalan dari belakang, Sela sama sekali tidak memperdulikan orang-orang di sekelilingnya yang terlihat mencuri-curi pandang memperhatikan gerak-geriknya. Ibu Ida sesekali tersenyum dengan orang-orang yang berpapasan dengan mereka, ada yang membalas senyumnya ada juga yang hanya terdiam seribu bahasa, ada juga yang menatap heran. Sambil berjalan Ibu Ida terus mengamati di sekitar JB dilihatnya penjaja kopi soft drink keliling sedang melayani segerombolan pria yang duduk-duduk di tepi di atas pagar beton pembatas sungai, penjual roti bakar dan pisang gapit, serta bakso juga sudah terlihat ramai di kunjungi. Di JB selain fasilitas kursi-kursi yang terbuat dari beton di sepanjang tepi JB, juga fasitilitas olah raga seperti lapangan bulutangkis, tempat latihan panjat tebing, alun-alun yang tertata rapi, taman-taman, terdapat juga monumen yang menambah dayatarik tempat tersebut, banyak orang datang selalu berphoto-photo dengan mengambil background view Jembatan Mahkota Dua. Sela terus melangkah menghampiri Dido yang duduk menghadap sungai pandangannya ke arah Mahkota Dua. "Beb, kenalin ini Ibu Ida, sahabatnya Mama dari Surabaya, dia datang khusus untuk menghadiri pernikahan kita" Ibu Ida tersenyum dengan mengarahkan pandangan yang sama dengan Sela. Sela duduk di samping Dido, Ibu Ida duduk di samping Sela. Mendengarkan Sela yang mengajak Dido mengobrol dan menceritakan kegiatannya seharian ini. ** Dua hari kemudian. Sudah dua hari, setiap menjelang sore Ibu Ida ikut Sela ke JB menemui Dido kekasihnya. Hari ini Sela seperti biasa mengurung diri di kamarnya Sela tidak ingin bertemu dengan mamanya, setelah mendengar mamanya memintanya untuk membatalkan pernikahanya dengan Dido yang juga disarankan Ibu Ida sahabatnya. Sela sangat terpukul dia menangis sepanjang hari, dia sangat kecewa pada mamanya yang mengikuti saran seorang sahabat yang baru saja datang, kenapa mama lebih mendengarkan kata-kata Ibu Ida, Ibu Ida tak lebih dari ular berkepala dua, dia hanya berpura-pura baik terhadapku dan Dido, pantas saja dia hanya diam saat Dido berbasa-basi menanyakan tentang dia, guman Sela sambil menangis. hari ini dia sudah tidak sabar menunggu sore menceritakan pada Dido masalah yang dia hadapi, Sela berniat akan pergi dari rumah dengan membawa baju seadanya yang sudah dia kemasi dalam beg kecil miliknya. Di luar mamanya menghubungi Ibu Ida dan memberi tahukan tentang Sela yang tidak mau keluar kamar, tidak mau makan seharian ini. "Bu, apa yang harus saya lakukan bu, Sela tidak mau keluar dari kamarnya, dia hanya menangis seharian, dia jug tidak mau membuka pintu kamarnya, bahkan dia belum makan seharian in" Curahan hati mama Sela pada Ibu Ida di telpon sore itu. "Baik bu, saya akan kerumah untuk membujuknya" "Iya bu, tolong saya" Tiba-tiba mama Sela di kagetkan dengan suara pintu kamar yang terbuka, matanya ke arah suara pintu itu yang juga mendapati Sela menutupnya kembali dari luar, dengan membawa sebuah beg kecil dan berjalan melintasinya menuju pintu keluar rumah. "Sela..., Sela.., Sela mau kemana nak?" Mamanya masih memegang gagang telpon di kuping kirinya yang masih ada Ibu Ida menunggunya berbicara. Sela terus melangkah keluar pintu rumah. "Sela..., Sela..!" Mamanya sedikit berteriak. "Ada apa bu?" Suara Ibu Ida di balik gagang telpon panik mendengar teriakkan mama Sela. "Maafin Sela ma, Sela sebaiknya pergi dari sini, Sela sangat menyanyangi mama tapi Sela juga sayang Dido ma, Sela akan pergi ikut Dido kemana saja, asal kami tetap bersama selamanya" Sela membuka pintu rumah dan bergegas mengendarai motornya. Mamanya mengejarnya, melepaskan gagang telpon meninggalkan tanpa menutupnya. "Sela..., Sela....!!" Mamanya memanggilnya dari teras rumah tak terasa dia menangis dan kembali kedalam rumah, mengambil gagang telpon. "Bu, Sela bu..! Sela bu...! Sela keluar rumah membawa beg, dia bilang akan pergi bersama Dido untuk selamanya, saya harus menyusulnya bu" "Iya bu, saya akan menyusul kesana juga" Mama Sela bergegas menyusul Sela dengan menggunakan mobil menjemput Ibu Ida di penginapan tempat dia menginap lalu menyusul Sela. Di tempat yang berlainan Sela sudah tiba di JB menemui Dido kekasihnya, dia menceritakan singkat tentang apa yang terjadi, dia meminta Dido untuk membawanya pergi bersamanya, agar tidak ada yang dapat memisahkan mereka. Didopun mengabulkannya dengan membawa Sela mengendari motornya melintasi Jembatan Mahkota Dua. ** 30 menit kemudian. Mama Sela tiba di JB bersama Ibu Ida, dari parkiran di lihatnya dari balik kaca mobilnya kerumunan orang berada di tepi sungai beberapa di antara mereka menunjuk ke arah sungai. Merekapun bergegas ke arah kerumunan itu setelah melihat kesana sini tidak mendapati Sela. "Ada apa pak?" Tanya Ibu Ida heran, di lihatnya beberapa orang sedang menyelam. "Tadi bu, anak ini melihat wanita gila itu melompat dari atas potongan reruntuhan Mahkota Dua" Jawab seorang laki-laki penjual kopi keliling yang juga ingin memastikan kebenarannya, sambil menunjuk ke seorang anak yang melihat kejadian tersebut. "Wanita gila itu sering kesini bu, saya kenal betul dengan dia, dulu dia selalu bersama kekasihnya, tapi sejak Jembatan Mahkota Dua runtuh setahun yang lalu, dia kesini setiap sore tapi sendirian, kadang suka bicara sendiri, bilang orang-orang dia gila bu, sejak tunangannya ikut menjadi korban runtuhnya Jembatan Mahkota Dua. Mama Sela langsung pingsan dan tidak sadarkan diri. Beberapa jam kemudian, penyelam menemukan mayat Sela.   ___The End____    Writer : Rusni Hasyimi Dec 2012

No comments:

Post a Comment

Youtube's Channel

HARUSKAH KU JANDA TUJUH KALI?

Tinggal di sebuah kampung yang sangat terpencil dan jauh dari kota. Aku tinggal bersama ibu dan ayahku, kami hidup serba kekurangan kare...