Tuesday, December 18, 2012

Pisau Dapur

Dinda seakan kerasukkan setan menghujamkan beberapa tusukan pisau dapur ke dada wanita itu. Beni hanya meraung-raung meminta tolong sambil menggendong wanita malang itu setelah membaluti tubuhnya dengan selimut. Beni lalu membopong wanita itu menuju rumah sakit terdekat. Beni adalah suami Dinda, laki-laki berperawakan atletis ini adalah suami Dinda, selama menikah mereka memiliki tiga orang anak laki-laki, anak pertamanya berumur 9 tahun, anak keduanya berumur 6 tahun dan yang paling bungsu berumur 4 tahun. Di rumah Beni sangat dihormati dan di segani oleh anak-anaknya dan istrinya, Dinda sangat patuh padanya. Beni bekerja sebagai salah seorang manager di perusahaan besar, kehidupanyapun berkecukupan. Selama menikah kehidupannya semakin meningkat, membeli sebuah rumah di perumahan elit dan 2 buah memiliki mobil mewah. Beni jugu meberi modal Istrinya untuk membuka sebuah usaha catering yang cukup di kenal di kota itu. Setiap tahun mereka berlibur keluarga ke luar kota bahkan keluar negeri. Namun satu tahun belakangan ini Beni tidak pernah lagi meluangkan waktunya untuk istri dan anak-anaknya. Dia selalu beralasan sibuk dan cape saat di minta untuk berlibur bahkan untuk berkumpul keluarga di malam hari saja tidak pernah lagi. Beni sering pulang larut malam bahkan Istrinya sering mendapatinya pulang dalam keadaan mabuk berat. Melihat perubah suaminya, Dinda tidak ingin gegabah dia hanya terus bersabar dan berdo'a agar suaminya di bukakan hati untuk bertaubat dan kembali pada Istri dan anak-anaknya yang sudah dia lupakan. ** Malam minggu Jam 2.00 dini hari, seperti malam-malam sebelumnya Dinda duduk di ruang tamu menunggu suaminya pulang. Dinda sangat menghawatirkan suaminya meski dia tau suaminya telah berbuat hal yang menyakitkan hatinya dan anak-anak, Dinda tetap berusaha jadi istri yang sabar demi kelangsungan rumah tangga mereka yang sudah hapir 12 tahun. Untuk menghindari dari ke galauannya Dinda menyibukkan diri dengan menonton tv, membaca buku, sesekali berdiri melihat di balik tirai jendela. Dinda semakin cemas, diapun mencoba menghubungi ke nomor handphone suaminya namun lagi-lagi nomor handphonenya tidak aktif. Dinda lalu melanjutkan membaca buku hingga tertidur. Pagi harinya... Dinda di bangunkan Adi, anaknya yang paling tua. "Mah.., Mah..." seru Adi sambil menepuk pundak ibunya yang terbaring di soffa sambil memegang sebuah buku. "Iya..Pah, Papah udah pulang??" Jawab Dinda kaget dan menyadari ternyata yang membangunkannya bukanlah suaminya, melaikan anaknya Adi yang sudah siap dengan alat pancingnya. Dinda baru menyadari hari sudah siang dan menjanjikan pada anak-anaknya untuk pergi berlibur ke pemancingan. "Ini Adi Mah, Mamah koq tidur di sofa? Papah mana Mah? Belum bangun ya? Kan kita mau mancing Mah, ayo Mah..buruan" "Iya sayang, sabarnya Mamah bangunkan Papahmu dulu" Jawab Dinda menutupi keberadaan suaminya yang ternyata tidak pulang. "Oya, Dido dan Rendi sudah bangun?" Tanya Dinda sembil berdiri meletakkan buku di rak buku. "Belum Mah" Jawab Adi sambil duduk dan membenahi pancingnya. Dinda langsung menuju kamarnya, dadanya begitu sesak menahan tangis, apa yang harus dia katakan pada anak-anak, dia tidak mungkin mengatakan Papah mereka tidak pulang semalam. Dinda berusaha mengumpulkan sekuat tenaga untuk tetap tegar dan menganggap tidak terjadi apa-apa, setelah mandi dan berkemas, Dinda membantu Dido dan Rendi berkemas dan meminta mereka menunggu di ruang keluarga. Setelah menyiapkan segala keperluan berlibur, membawa bekal seadanya. "Ayo anak-anak, kita berangkat sekarang" Dinda memanggil anak-anaknya yang sedang menunggunya sambil bermain. Setelah mengunci pintu dan meletakkan kuncinya di bawa keset seperti biasanya. Dalam perjalanan... "Papah mana Mah? Enggak ikut lagi ya?" Tanya Adi sambil mengikuti Ibunya berjalan keluar dan di iringi adik-adiknya. Anak-anaknya seakan sudah terbiasa setahun terakhir ini berlibur tanpa Papah mereka. "Papah tidak ikut, dia kelelahan bekerja sayang, Papah juga bilang, siang ini ada meeting dengan relasi kantor" Jawab Dinda berbohong menutupi keadaan sebenarnya tentang suaminya yang merupakan Papah kebanggaan anak-anaknya. Dinda tidak ingin anak-anaknya mengetahui bahwa Papah kebanggaan mereka sudah tidak seperti dulu lagi. Sambil mengemudikan mobil Dinda hanya diam, kecemasannya terus saja menari-nari di otaknya, kemana Beni suaminya, handphonenya tidak aktif, semoga dia baik-baik saja pikirnya.Sesekali di lihatnya anak-anaknya yang bercanda gurau tertawa lepas. Haripun berlalu begitu cepat, mereka pulang dengan membawa hasil pancing yang cukup lumayan untuk dimakan malam ini. Setibanya dirumah, anak-anak berlarian melihat Papah mereka di ruang tv menonton acara sepak bola favoritenya. "Papah...!!" Teriak anak-anak yang hampir bersamaan. "Hallo anak-anak.." Sahut Beni sambil mengecilkan acara tv. Dinda langsung menuju dapur sambil membawa box ikan hasil pancingan. Dinda hanya mendengarkan celoteh anak-anak yang menceritakan serunya mereka memancing, dari dapur sayu terdengar obrolan anak-anak dengan Papah mereka. "Papah.., Koq enggak pernah liburan bareng kita lagi?" Tanya Adi. "Papah sibuk nak, nanti kita liburan ke yogya liburan tahun depan" Jawabnya. "Beneran Pah? Janji?" Tanya Dido "Iya papah janji" jawab Beni sambil mengangkat Rendi yang berusaha duduk di pangkuannya. "Pah, Rendi mau beli mobil-mobilan" "Mobilan Rendi sudah banyak menumpuk di lemari, mau beli lagi?" "Iya, Rendi mau beli lagi yang lebih banyak Pah" "Iya nanti Papah belikan, tapi Rendi janji jangan nakal ya?" "Iya Pah" Jawab Rendi sambil turun dari pangkuan Papahnya dan memainkan mobilannya di lantai. "Adi, Dido, buruan mandi setelah itu belajar" "Iya Pah" Jawab Adi dan Dido sambil meninggalkan Papahnya bersama Rendi. "Rendi, Mandi dulu ya, nanti main mobilan sama Papah setelah mandi" "Iya Pah" Malam harinya.. Setelah makan malam anak-anak tidur lebih cepat dari biasanya karena kelelehan seharian. Dinda duduk di meja riasnya mengenakan baju tidur tipis berwarna hitam yang transparan, Lekuk tubuhnya dapat terlihat jelas di balik baju tidur itu, tubuhnya yang masih terlihat sexy meski telah memiliki tiga orang anak. Dinda sangat memperhatikan penampilannya, selain untuk menyenangkan suami dia juga suka berolah raga dengan mengikuti erobic setiap sore hari setelah menjemput anak-anak sekolah. Akan tetapi Beni, seakan menganggap Dinda istrinya seperti pakaian usang yang tidak ingin dia pakai, karena hampir setahun terakhir ini Dinda dan Beni tidak pernah berhubungan suami istri, bukan karena Dinda tidak ingin melayani suaminya akan tetapi Beni yang begitu dingin kepadanya, jangankan melakukannya, pulang saja sering larut malam dan langsung tertidur kelelahan. Bahkan kadang tidak pulang hingga keesokan harinya. Malam itu seperti biasanya Dinda sengaja memancing gairah suaminya dengan memakai pakaian yang menantang dengan harapan agar dia tidak "dianggurin" tapi usaha itu seakan tidak di perdulikan Beni, dia lebih banyak menghabiskan waktunya di ruang kerjanya, tak jarang Dinda mengetuk pintu ruangannya di pagi hari untuk membangunkannya agar segera ke kantor. Dinda selalu berusaha menahan diri saat dia berkeinginan mengetok pintu kerja Beni di malam hari, walau hanya ingin menanyakan apakah dia ingin di buatkan kopi. Dinda sangat menghormati suaminya, dia tidak ingin hal itu terulang lagi dimana Beni pernah ingin menceraikannya lima tahun silam, saat dia selalu menanyakan tentang aktivitas suaminya itu, sejak saat itu Dinda bertekat untuk percaya pada Beni dan tidak akan membuatnya merasa terbelenggu dengan pertanyaan-pertanyaan bodohnya lagi pikirnya. Sejak itulah Dinda lebih banyak diam dan bersabar demi kelangsungan rumah tangga mereka. Setelah menggunakan cream malam dan handbody di sekujur tubuhnya dinda di kagetkan dengan suara sms dari handphone Beni yang tidak biasanya dia tinggal di kamar saat berada di ruang kerja. Dinda mengambil handphone itu bermaksud ingin menyererahkannya pada suaminya, setidaknya dia punya alasan memberitahukan ada sms pikirnya. Saat ingin mengantarkan handphone itu, Tiba-tiba saja Dinda penasaran ingin membukanya, jam segini siapa yang sms ya, masak teman kantor, boss juga masak malam-malam begini, pertanyaan-pertanyaan itu mulai mengelilingi otaknya setelah melihat jam di dinding kamarnya. Dinda semakin penasaran setelah bunyi sms kedua, dia memberanikan diri untuk membukanya, dia tidak ingin memikirkan resikonya lagi atau komitmennya dengan dirinya untuk tidak mencampuri pripasi suaminya lagi, rasa penasaran yang begitu kuat membuatnya menepis semua itu. Inbook "Sayang aku enggak bisa bobo, sayang ngapain? Jangan bilang lagi di pijitin sama babu dirumah yaa? :) Call me!!" "Sayang koq enggak di balas? Sayang besok malam bobo di rumah lagi enggak?" Tiba-tiba kaki Dinda lemas dan dadanya terasa sesak, tidak tahan akhirnya dia menangis, hatinya sangat terluka membaca sms itu yang dia yakini adalah selingkuhan Beni suaminya. Sudah berapa lama dia menyimpan wanita jalang itu, gumamnya sambil menangis terisak sambil duduk dilantai di tepi ranjang. Dinda terus saja mengis hingga larut malam, dia tidak bisa memejamkan matanya, di letakannya handphone Beni di atas meja riasnya. Tiba-tiba dia teringat besok harus mengantarkan anak-anak sekolah, aku tidak boleh begini, aku harus memikirkan apa yang harus ku lakukan, bukan hanya menangis, Dinda bangun dari duduknya dan membaringkan tubuhnya di atas ranjang dan menarik selimut tebal berwarna hijau lalu memiringkan badannya lagi, matanya belum juga terpejam, ingin rasanya dia berteriak dan menumpahkan rasa sakit hatinya dengan meminta Beni menceraikannya saja atau pergi dari rumah atau dia menggugat cerai suaminya, kalau perlu menceritakan permasalahan ini ke keluarganya atau keluarga Beni, tapi dia menepisnya lagi, ini aib keluarga aku tidak boleh membawa keluarga dalam menyelesaikan masalah kami pikirnya. Berpikir sambil sesekali mengeluarkan airmata sampai matanya sangat lelah dan akhirnya dinda tertidur. Esok harinya... Dinda tetap bagun pagi dan membangunkan anak-anak, membuat sarapan dan mengantarkan mereka sekolah, hari ini Dinda tidak membangunkan Beni yang tidur di ruang kerjanya. Dinda tidak tau apa yang harus dia katakan dan apa yang harus dia lakukan setelah membaca sms yang membuat dunianya seakan hancur dalam satu malam itu. Setelah mengantarkan anak-anak sekolah Dinda pulang kerumah, Dinda membersihkan rumah sambil terus berpikir batinnya sangat terpukul sekilas tak tampak kesedihan di wajahnya meski hatinya saat ini hancur berkeping-keping. Setelah membereskan ruangan Dinda memasak untuk makan siang, hampir setiap hari Dinda melakukan rutinisat sebagai IRT yang tidak kenal lelah apalagi mengeluh. Sambil memasak dia teringat isi sms wanita itu yang menanyakan apakan Beni tidur di rumahnya apa tidak malam ini, suaminya pasti tidak akan pulang lagi malam ini pikirnya, dan pasti alasannya macet kemalaman dan kecapean lalu tidur di apartmentnya. Sambil memotong-motong kangkung Dinda merencanakan akan membuntuti Beni, tapi bagaimana dengan anak-anak pikirnya. Selesai memasak Dinda terus berpikir lalu dia teringat Ibu Irag, dia harus meminta bantuan Bu Irah, tetangga sebelah rumah yang kadang dia mintai tolong untuk menjaga Rendi sewaktu bayi. Dinda menelpon Bu Irah. "Hallo" "Bu Irah, malam ini saat mau keluar sama suami, menghadiri acara teman kantornya, Ibu bisa tolong jaga anak-anak?" Dinda beralasan seakan tidak ingin menceritakan permasalahan sebenarnya. "Iya bu, bisa, kebetulan saya lagi sendiri dirumah, bapaknya juga dinas malam" Jawab Ibu Irah yang kebetulan sendiri karena suaminya yang berpropesi sebagai satpam di sebuah hotel. "Baik bu, nanti saya sms kalau kami sudah akan keluar setelah saya tidurkan anak-anak, agar tidak melihat kami keluar, karena pasti Rendi akan rewel mau ikut" "Iya bu" "Makasih bu Irah" "Iya, sama-sama bu" Dinda menutup telpon. Tanpa berpikir panjang lagi, Dinda harus meneruskan rencananya ini. Dinda lalu masuk ke ruang kerja Beni berharap dia akan menemukan alamat wanita itu di bukanya dari satu laci ke laci lainnya yang berserakan kertas kerja suaminya, setelah di obrak abriknya semua isi ruangan itu Dinda menemukan buku harian,berwarna pink, dibukanya cover buku harian kecil itu dan halaman pertama bertuliskan identitas si pemilik buku. Dinda lalu mencatat alamat tersebut, tanpa memperdulikan isi dari buku harian itu yang hanya membuat lukanya seakan disirami garam. Dinda mengembalikan buku harian itu ke tempatnya semula dan merapikan ruang itu agar tidak di ketahui oleh suaminya. Malam hari pukul 10.00 Dinda keluar rumah dengan mengendarai mobil menuju alamat yang sudah di catatnya bahkan alamat tersebut sudah jelas dalam otaknya. Setelah cukup lama mencari alamat, bertanya dari orang-orang yang di temuinya di jalan, tibalah Dinda pada sebuah rumah yang cukup besar tersebut, Dinda memarkirkan mobilnya jauh dari rumah tersebut, Rumah itu terlihat lengang seperti tidak ada orang, bahkan tidak ada mobil suaminya atau mobil Widya di garasi luar rumah, apa salah alamat pikirnya, atau mungkin itu hanya sms nyasar yang hanya mengelabuinya pikinya lagi, tapi dia tidak mungkin salah, bukankah buku harian itu sudah cukup memperkuat bahwa Beni telah menjalin hubungan gelap dengan Widya selama 1 tahun dan sudah membelikannya rumah dan sebuah mobil kilahnya dalam hati. Dinda lalu teringat suaminya sering pulang mabuk, Dinda yakin kalau Beni dan selingkuhanya pergi ke club malam, mabuk-mabukan berdua, pikirnya. Dinda memutuskan untuk menunggu di mobil, waktu terus berjalan terasa lambat, tidak ada tanda-tanda orang yang datang ke rumah itu. Pukul 2.00 dini hari Dinda dikejutkan dengan mobil yang akhirnya datang dan parkir di depan rumah tersebut, yang tak lain adalah mobil suaminya. Dilihatnya Beni keluar lalu di ikutin seorang wanita berambut panjang dan memiliki tubuh yang sexy mereka terlihat sempoyongan dan bergandengan masuk kerumah entah apa yang mereka bicarakan, Dinda hanya dapat memperhatikan gerak gerik mereka dari balik kaca mobilnya, Dilihatnya wanita itu hendak tersungkur dan di bantu Beni berdiri bahkan mengendongnya masuk rumah. Beberapa saat setelah mereka masuk Dinda mengumpulkan keberanian untuk mengetok rumah tersebut, setelah keluar dari mobil dan bejalan menuju arah rumah tersebut yang pintu pagarnya tidak terkunci, bahkan pintu rumah tersebut tidak terkunci saat Dinda mencoba membukanya. Dinda memberanikan diri masuk, dia tidak menemukan suaminya dan wanita itu di ruang tamu, sayu Dinda mendengar di balik sebuah pintu kamar, suara-suara desahan seorang wanita, di dorongnya pintu kamar tersebut dengan jarinya perlahan dan dapat dilihatnya Suaminya Beni tengah bersenggama dengan wanita itu yang tengah asyik menggagahinya bak bagai kuda benita yang tengah berpacu kencang. Beni terlihat menikmati pacuan itu dengan tidak membuka matanya sama sekali. Mereka tidak menyadari kedatangan Dinda; Setelah berada dekat ranjang dan saat mereka menyadari ada pergerakan dari belakang, wanita itu menghentikan pacuannya dan menoleh mendapati Dinda yang langsung menghujamkan pisau dapur ke dadanya.   _____THE END_______ Writer : Rusni Hasyimi Email : rusni.hasyimi@gmail.com Newbie:)

No comments:

Post a Comment

Youtube's Channel

HARUSKAH KU JANDA TUJUH KALI?

Tinggal di sebuah kampung yang sangat terpencil dan jauh dari kota. Aku tinggal bersama ibu dan ayahku, kami hidup serba kekurangan kare...